#Edisi 24 -Ankara- Sakura Romawi Timur- Az Olsun, Zor Olsun, Helal Olsun

-Pesona Kabar Ramadahan dari Turkey-
Catatan Sang -Penakluk Sejarah-

Az Olsun, Zor Olsun, Helal Olsun

Oleh : Sakura Romawi Timur

=====

DSCN4934

Suasana Iftar Sofrasi, Kocatepe Camii-Ankara

Kerlip lampu pukul malam kota Ankara menyelinap masuk jendela, menyertai kehadiran 2 gadis somalia. Sebuah topi berkepala mancung putih yang beberapa detik lalu berada di atas sofa, baru saja disematkan dikepalaku oleh salah satu gadis somalia, yang sekali lagi bercahaya hatinya itu. Membawakan sebungkus ekmek [roti khas Turkey] dan mengingatkan agar aku tidak lupa makan malam untuk kali ini.

Sementara jariku sibuk berlari menangkap tuts abjad yang terbang bebas kapas di dalam kepala. Punggungku bersandar duduk pada batang tubuh kursi segi empat di sisi jendela kamar -dengan membiarkan daun-daun pintunya terbuka. Angin meniup ujung jilbabku.

***

Ramadhan mendekap, meretina jutaan lampu kota malam yang mengetuk masuk dengan samar dari sisi jendela kamar asrama, seperti sedang menyelami isi hati gadis-gadis Somalia yang putih dan bersih. Dari balik gedung asrama desing suara yol arabasi [mobil jalan] lalu lalang, tetap tidak membuat lampu kota berhenti memutar kerlipnya. Di ujung langit yildiz [bintang] malam bersembunyi penuh dalam dzikir, bersembunyi di balik pucuk megah kubah menara masjid, ujung timur Kota. Ah… Ankara, kota Paradoks yang memenjara hati.

***

Ufht…

Aku baru saja membanting tubuhku di kamar asrama dengan gembira. “Harika…!” gumamku. “Sempurna.” Mengingat iring-iringan rombongan entah demo entah pawai dengan bendera-bendera putih yang menyelinap di tengah jalan kizilay menghilang dalam keramaian isi kepala. Pun tentara yang jumlahnya nyaris 80-an itu tidak cukup mampu membuat meski hanya sedenyut getar nadi penasaran dalam hati. “Apa sih itu ribut-ribut?” Sekelebat mampir difikiran, lalu pergi.

Tujuanku hanya satu, Kocatepe Cami, Masjid Kocatepe. Konon sejarahnya masjid terbesar sang Jantung ibu Kota Turkey, Ankara. Penasaran, Iftar Sirasi -antrian Iftar buka bersama setiap Ramadhan di Turkey- yang nyaris di bincang penuh di sepanjang kelas Tomer Bahasa Turkey, menjelang libur musim panas Ramadhan. Benar-benar penasaran.

Tapi…

“Kok sepi?” tanyaku. Jalan-jalan menuju Kocataepe tidak begitu ramai. Terkesan nyaris senyap.

“Kok gak ada kelip-kelip apa kek, kok gak ada pita-pita apa kek, kok gak ada tulisan apa-apa, kok, kok.” Dan banyak kok lainnya penuh tanya, sampai akhirnya “glek” aku terjebak dalam antrian yang mengular panjang bermeter-meter. Tidak mungkin akan meninggalkan antrian, tanggung fikirku. Penasaran dengan iftar yemekleri [makanan berbuka puasa] yang diantri secara suka rela oleh ratusan pengunjung warga Ankara. Herannya semua berada dalam barisan yang tertib. Masya Allah, dahsyat.

Dari ratusan para pengantri sepertinya aku sendiri yang berwajah melayu indo. Cengar-cengir wajah para pengunjung saat aku mengabaikan antrian dan lebih sibuk menyetel kamera dari memperhatikan nomer antrian. Sementara dibelakangku antrian sudah menggerbong mengkereta bak lorong tak berujung. Di depanku seorang bapak tua dengan badan sedikt membungkuk, berusia sekitar 57 tahun senyum-senyum melihat keanehanku. “gadis kecil asing.” Mungkin begitu fikirnya seketika melihat perawakanku yang kecil mungil. Perawakan khas Indonesia.

Hingga pukul 20:14 waktu Turki belum juga aku sampai diantrian pintu masuk pengambilan iftar yemekleri. Bahkan hingga adzan magrib menembus siluet mega kemerahan langit-langit kota. “Gawat, bisa kemaleman” desisku.

Setelah berdiri dengan mesam-mesem masuklah ke dua kakiku pada sebuah ruangan. Sebuah meja panjang dengan makanan hangat berisi nasi, ayam gulai, corba [sup Turki yang lebih mirip bubur], ekmek, tatli [manisan semacam puding turki], dan air putih. Sederhana, tapi tidak ada desis suara yang “mengutuk” semisal “apaan nih, uda ngantri panjang cuma ginian doank.” Teringat bahasa-bahasa usil tanah air. Di antrian yang panjang menggerbong ini semua mengambil dengan tenang, beriang-riang, senang hati. sekali lagi, “Subhanallah..” Orang turkey sangat menghargai pemberian.

Di dalam ternyata ada sebuah ruangan besar yang sudah di hias dengan lampu-lampu terang. Aku benar-benar terkejut. Meja-meja di tata indah dengan kain putih bersih, papan-papan hiasan dan ucapan selamat Ramadhan menempel di sisi dinding yang berbalut kain putih. Putih-putih bersih. Ruangan penuh dan khidmat. Tidak gaduh. Aku bingung mencari tempat.

Akhirnya duduklah aku dalam acara Iftar Ramadhan ke dua itu bersama kakek tua berusia sekitar 57 tahun, yang kutemui dalam barisan antrian sebelumnya. Kakek tua itu yang memanggil dan memintaku duduk dalam satu meja. “buraya gel, bizimle beraber iftar yapariz.” Kemarilah Nak, ayo berbuka puasa bersama kami.” Suara sang kakek. Aku mendekat senang, duduk bersama cucu atau entah anak perempuannya itu.

Melihat mereka makan dengan lahap, saling menuangkan air dan memotong membagi roti dan saling berbagi gulai ayam. Memandangnya, sungguh! Mengekorlah ujung mataku dalam senyum basah. Menggelombang hati dan cemburu aku dibuatnya. Melahap dengan penuh gerimis yang tertahan aku menghabiskan corba dan sebotol air putih Iftar Ramadhan ke-2 sore itu. Bilakah aku sedang di tanah air. Ah…

***

“Az Olsun, Zor Olsun, Helal Olsun”

Tema ramadhan di sepanjang ruangan yang putih dan lampunya terang benderang itu. “meski sedikit, meski sulit, yang terpenting adalah kehalalannya.”

Ankara, Kocatepe Cami 2 Ramadhan Juli, 2013

“Selamat I’ed Fitry 1434 H, Ramazan Bayraminiz kutlu Olsun-

Tulisan disusun oleh Tim “Penakluk sejarah”
LKS Mit-ers [miturki.wordpress.com]

Hak Cipta : Tim Penakluk Sejarah LKS Mit-ers
Sumber Foto : Penulis

Leave a comment