Qonitina Bilqisti

Muslim Ideal

Mahasiswi Hacettepe University

Kayanya jadi ideal itu adalah dambaan setiap orang ya? Entah ideal dalam prestasi, ideal dalam bermasyarakat, atau bahkan berberat badan ideal..hehe. Nah, jadi kita yang ngakunya muslim ini nggak salah kalau memang  mengidamkan jadi “muslim ideal”

timnas bahrain sholat

Tapi untuk mencapai derajat ideal itu nggak ada yang instant langsung jadi. Alhamdulillah, ternyata Rasul kita tercinta udah mencontohkan how to be a muslim ideal. Nih langsung aja tipsnya….

1.      Syukur.

Syukur di sini bukan hanya cukup dengan mengucap hamdalah lhoh.Tapi cakupannya lebih luas lagi.First of all, kita kudu bersyukur atas karunia Allah yang berupa hidup.Bersyukur karena Allah memberikan kita kehidupan yang sungguh luar biasa.Yakin deh, whatever yang sedang kita hadapi, sesungguhnya itu sangat luar biasa.Nggak ada alasan untuk tidak bersyukur.Kalo udah bersyukur karena Allah berikan kita hidup, the next one adalah bersyukur atas nikmat iman dan Islam. Kalo ada yang nanya ”Lhoh, kenapa mesti mensyukuri iman dan Islam?

Orang dari lahir emang udah Islam kok.” Naaaahh..itu dia yang kudu disyukuri…kita terlahir di lingkungan yang telah membuat kita mengenal Islam. Banyak  di luar sana orang-orang yang demi mengenal Islam, mereka rela berjuang mati-matian. Dan yang patut kita syukuri juga, dari lahir sampai sekarang kita masih diteguhkan dalam Islam.Hidayah Allah itu nggak bisa dibeli dengan apapun bahkan dengan nyawa sekalipun. So, wujud nyata syukur kita adalah menyadari untuk apa sebenarnya kita diciptakan dan kemudian mencoba untuk mendalami Islam ini.

  1. Sabar.

Tanya deh, sabar itu gimana sih?Apakah diam?Pasrah? Atau menerima gitu aja apa yang ada? Biar paham gimana sabar yang sesungguhnya, I will tell you. Jadi, sabar itu ada 3 macam:

  1. Sabar apabila terjadi hal yang kurang baik.

Misalnya: sabar waktu jatuh dari motor. Sakit kan? Tapi meski sakit, kita bisa tetep sabar dengan nggak ngeluh atas apa yang menimpa kita. Bahkan akan lebih baik lagi kalo diikuti dengan berprasangka baik pada Allah, bahwa kejadian yang menimpa kita pastilah ada hikmahnya.

  1. Sabar untuk waspada terhadap hal yang haram.

Contohnya: sabar untuk nggak mengikuti tren masa kini; pacaran. Kuno? No way! Justru yang nggak terjerumus pada jurang yang nista inilah yang patut diacungi jempol.Dan mereka yang masih asyik pacaran itulah yang sesungguhnya kuno, jadul abis.Tau haram dan dosa, eh masih aja dia nglakuin.Mau berkedok gimana aja, misalnya, “kami pacarannya tanpa pegang-pegang kok” atau “kami tau kok batas-batasnya insyaAllah kami nggak melanggar batas itu” atau yang lebih canggih lagi “pacaran kami pacaran Islami” Wooiii..sejak kapan Islam ngajarin pacaran? Selama ikatan itu bukanlah diikat dengan akad nikah, gimanapun hubungan itu, itu haram titik! Jadi, siapapun yang ingin jadi muslim ideal dan sekarang masih pacaran, segera sudahi hubungan itu. Ada dua pilihan; sudahi dengan diputus sekarang juga atau sudahi dengan tanda tangan di atas surat nikah.

  1. Sabar untuk meneruskan hal yang baik.

Kata lainnya, istiqamah. Contohnya: sabar untuk tetep melakukan sholat dhuha minimal 2 rakaat tiap hari. Meski keliatannya mudah banget, kalau nggak disertai sabar,  itu semua mustahil binti nggak mungkin. Syetan itu usahanya mati-matian buat menggoda manusia biar nggak banyak beribadah.Jadi, sabar jenis ketiga inilah sabar yang paling sulit dan paling tinggi levelnya.

  1. Respectful.

Menghormati yang paling utama dan nomer wahid, adalah menghormati orangtua.Kedudukan orang tua dalam Islam sangatlah istimewa.Tingkatan ketaatan kepada mereka persis setelah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti terangkum dalam kalam Ilahi di bawah ini,

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu, maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya.” [Q.S Al-Isra:23]

“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang.Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.” [Q.S Al-Isra:24]. Kalau ingin jadi muslim ideal, nggak cukup cuma menghormati orangtua aja. Tapi harus diikuti dengan menghormati orang-orang disekeliling kita, bahkan kepada yang lebih muda pun kita perlu menghormati.Jangan sampai kita punya rumus, “Aku akan menghormati setelah mereka juga menaruh hormat kepadaku.”Dimana-mana investasi itu ditananam di awal.Jadi, kalau mau dihormati ya menghormati dulu.Hukum alam telah mengatakan, bahwa hidup adalah sebab akibat, bukan kebetulan.Jadi misalnya kebanyakan yang kita temui adalah orang-orang yang kurang baik, bisa jadi penyebabnya adalah karena kita kurang baik juga terhadap sekeliling. Yuk mari muhasabah diri sejenak..

  1. Compassion.

Bahasa gampangnya, kasih sayang.Kenapa mesti susah-susah menebar kasih sayang?Karena memang hidup dan kehidupan menuntut kasih sayang antar sesama.Antar orangtua-anak, antar kakak-adik, antar guru-murid, antar teman sejawat, semuanya butuh kasih sayang. Hanya dengan kasih sayang hidup akan semakin terasa indah dan Islam akan semakin membumi. Makanya orang bijak bilang: “Hadapilah manusia dengan cintamu, maka akan kau dapati kebaikan-kebaikan di dalamnnya, namun ketika kau hadapi manusia dengan kebencianmu, yang kau dapati hanya kesalahan dan keburukannya.”  Hadapilah hidup dan semua ragam manusia dengan kasih sayang dan kebijaksanaanmu, maka akan kita temukan begitu banyak manusia yang baik, benar dan menyenangkan. Hingga akhirnya kitaakan mengatakan, “Islam ini indah.” Namun, jika kita hadapi hidup dan semua corak watak manusia dengan kedengkian dan kebencian, maka dihadapan kita tak ada manusia yang baik, yang terlihat dimata kita adalah keburukan, kesalahan dan mengecewakan, salah semuanya, buruk semuanya.Hingga kebencian kita semakin membara.Perlu diketahui syetan senang sekali pada manusia seperti ini.Dan yang harus dicatat, ketika kitasudah menyayangi seseorang maka, disunnahkan untuk menyampaikan rasa itu (untuk saudara sejenis pastinya..hehehe). So, akhwatfillah…uhibbukum fillah..

  1. Tanggung-jawab.

Mau menanggung-jawabi apaan? Hidup! Apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawabanya di hari akhir nanti. Bahkan jangan sampai kita salah perhitungan, malaikat pencatat amal tak pernah terlena dalam tidur. Kalau kita sudah sadar akan hal itu, harusnya kita tak akan berani hidup dengan seenaknya. Tapi bukan berarti mau ini itu takut dan tak berani sama sekali, justru tanggung jawab yang sesungguhnya adalah tanggung jawab yang akan melahirkan keberanian di dalam diri. Kalo mengaku sudah bisa tanggung jawab tapi masih maju mundur takut mau ini itu, itu artinya kita masih perlu mengasah tanggung jawab yang ada dalam diri kita.Tenang aja, pisau yang tumpul apabila diasah terus menerus bisa jadi tajam.Tanggung jawab yang belum lahir juga bisa dilatih terus menerus.Gimana caranya?Bisa dengan ikut organisasi kemudian mengemban amanah dengan sepenuhnya.Bisa dengan buat komitmen yang kemudian disertai dengan konsistensi. Dan masih banyak lagi cara yang bisa kita temui yang tentunya harus disesuaikan dengan keadaan diri kita sendiri. Insyaallah, dimana ada kemauan disitu ada jalan.

  1. Memaafkan.

Buat yang nggak susah untuk memaafkan kesalahan orang lain, wajib bersyukur. Karena masih banyak orang yang susah untuk memaafkan kesalahan orang lain. Memang sih, yang namanya sakit hati nggak mudah diobati. Tapi sesungguhnya ada  obat mujarabnya. Apa itu? Yaitu dengan melupakannya.Melupakan itu nggak mudah.Karena yang namanya manusia adalah tempat salah dan khilaf. Bisa aja sekarang kita yang sakit hati karena ulah orang lain, tapi besok semuanya bisa berubah total; orang lain yang akan sakit hati karena ulah kita. Jadi alangkah baiknya kalo kita itu murah maaf, nggak usah jual mahal, nggak usah ngobral gengsi.Memaafkan itu tindakan terpuji, nggak usah ragu untuk memaafkan. Jadi, forgiveness yang sesungguhnya adalah forgive, then forget!

  1. Malu.

Malu disini bukan malu yang malu-maluin. Tapi, malu yang merupakan mahkota yang pantas untuk kita sematkan sebagai penanda bahwa kita ini muslim. Apalagi untuk muslimah, malu adalah selendang yang harus dikenakan. Tanpa malu, wanita akan kehilangan harga dirinya. Dalam Islam, kita diajarkan untuk malu jika kita melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Malu berbuat dosa.Malu pada Allah. Kalau kita punya malu, kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak tanduk. Dengan malu, kita akan lebih bisa menjaga perilaku. Bahkan sekecil-kecil perilaku akan kita perhatikan, karena malu adalah sebagian dari iman.

  1. Waspada.

Waspada akan melahirkan kepedulian. Waspada pada keadaan.Waspada pada musuh-musuh Islam. Dan yang paling penting waspada pada satu titik dimana ia mampu memutus segala kenikmatan, yaitu kematian. Kebanyakan dari kita lalai bahwa sebenarnya kematian mengintai kita kapan aja, dimana aja, gimana aja. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya: 1,“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” Kalau Allah sudah menyuruh malaikat untuk menyabut nyawa kita, nggak peduli apapun yang sedang terjadi itu akan terjadi juga.

Tapi jangan salah, meski dibilang kematian adalah pemutus kenikmatan, kita sebagai muslim bisa mengubahnya menjadi moment terindah. Moment dimana kita akan bertemu kepada kekasih hati, Allah. Kematian adalah panggilan cinta dari Allah untuk orang-orang mukmin.Jadi pilihan ada ditangan kita, mau menjadikan kematian sebagai moment terindah yang dinanti atau malah jadi moment menakutkan yang kedatangannya tak diharapkan. Langkah konkretnya, selama kita masih punya kesempatan untuk hidup maka, pergunakan dengan sebaik-baiknya, yuk! Isilah hari-hari kita dengan segala sesuatu yang mendatangkan manfaat. Hal-hal kecilpun akan jadi luar biasa kalau kitanya pandai mengelola dan meniatkannya sebagai ibadah. Jangan sampai kita termasuk golongan merugi seperti yang telah dijelaskan, “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Na’udzubillah..

  1. Memilih sahabat yang baik.

Orang bijak bilang, “Untuk melihat bagaimana seseorang itu, lihatlah sahabatnya.”Kok bisa ya?Sahabat itu ibarat cermin, yang akan mengatakan apa adanya tentang kita. Cermin itu nggak mungkin bohong. Cermin akan berkata jujur saat rambut kita berantakan, lalu kita pun menyisirnya agar rapi. Cermin juga akan mengatakan jika ada kancing baju kita lepas, secara sadar kita pun mengancinginya. Biasanya, yang namanya bersahabat , terjadi karena adanya frekuensi yang menyamakan. Entah tentang prinsip, entah tentang pandangan hidup..yang pasti ada hal yang sejalan, sehingga kita bisa merasa cocok dengan dia.. Kenapa mesti pilih sahabat yang baik?Karena sedikit banyak sahabat itu akan mempengaruhi kita meski nggak selalu bareng. Beruntung kalau sahabatnya baik, mengingatkan waktu salah dan kasih nasehat waktu kita khilaf. Tapi kalau sahabatnya aja nggak bener, bisa aja kita dosa malah dibenarkan sama dia. Kita ninggalin sholat gara-gara hangout sama dia, malah dia bilang, “Alah gapapa, sekali ini doang. Aku aja udah sering nggak sholat buktinya juga masih tetep punya duit.”Na’udzubillah, semoga kita dijauhkan dari persahabatan yang menjerumuskan secara perlahan.

  1. Berkiprah untuk Islam.

Nah point terakhir ini adalah kesinambungan pamungkas dari point pertama.Kita kudu berkiprah untuk Islam. Berkiprah untuk Islam itu ada buanyak cara. Jihad pun bukan hanya dengan angkat senjata melawan musuh Islam.Bahkan untuk kaum ibu, duduk dirumah bisa senilai dengan jihad asal semua ketentuannya dipenuhi.Jadi, sebenernya dengan apapun yang kita punya, kita bisa berkiprah untuk Islam. Nggak usah menyusahkan diri dengan  mau ini itu, cukup tekuni apa yang kira-kira jadi passion kita. Berusahalah untuk memaksimalkan ilmu yang bisa kita peroleh dan cobalah untuk menjadi yang terbaik dalam bidang itu.Tapi first of all, sebelum jauh mau berkiprah untuk Islam, kita kudu tau dulu tentang ilmu Islam itu sendiri.Jadi biar nggak sia-sia, udah pancang niat ingin berkiprah untuk Islam tapi sampai eksekusinya ternyata gagal total gara-gara nggak tau ilmu Islam.Gimana caranya biar tau ilmu Islam?

Belajarlah.Tapi jangan cuma mengandalkan buku melainkan belajarlah dari orang yang memang memahami ilmu Islam.Apa yang kita peroleh dari buku itu judulnya pengetahuan, sedangkan ilmu yang disampaikan oleh ahlinya itulah yang disebut dengan bimbingan. Sudah pasti beda, orang yang cuma tau pengetahuan dan orang yang memang mendapat bimbingan. Jadi sebelum melangkah lebih jauh, mulai sekarang cobalah cari pembimbing yang kita anggap sesuai dengan kita untuk selanjutnya bisa menuntun kita mengenal Islam lebih dalam. Kalausudah punya pembimbing, insyaAllah kiprah untuk Islam akan lebih bernilai.

Nah itu dia, tips gimana untuk menjadi muslim ideal. Susah?Pasti. Tapi nggak ada yang mustahil selama kita yakin bahwa Allah meridhoi apa yang kita harapkan. Yuk mulai sekarang, langkahkan hidup ini untuk menjadi muslim yang ideal. Muslim yang bisa membangkitkan Islam.

 
======================================================================================================

Musuh Terkuatmu

Mahasiswi Hacettepe University

Catatan ini adalah nukilan sebuah obrolan hangat di akhir minggu ketika kami berkumpul dalam sebuah lingkaran sambil menikmati teh panas dan menghayati hangatnya ukhuwwah di tanah rantau. Kadang obrolan biasa akan berubah menjadi luar biasa ketika hati-hati yang bertemu disitu ada disebuah frekuensi yang sama.

Ok, itu sekilas info, kembali ke topik. Judul catatan ini  ‘musuh terkuatmu’, ada dua kata dasar, yang pertama musuh dan lainnya adalah kuat dalam kata terkuat, imbuhan ter- disini bermakna ‘paling’ (berasa ada dalam pelajaran bahasa Indonesia di bangku SMP aja, ahhay). Kata ‘musuh’ sendiri sudah membawa bayangan horor. Dan ini ditambah lagi dengan ‘terkuat’, sesuatu yang bergelar ‘paling kuat’ pasti akan membawa kesan yang angker kan? ‘Musuh terkuat’, kira-kira yang seperti apa sih? Deskripsi apa yang paling cocok? Yang punya senjata canggih kaya yang diapakai pemuda di Amerika untuk membunuh ibunya itu? Yang punya sejuta tentara yang sudah digojlok siang malam seperti tentara Amerika? Atau yang punya bom fosfor putih yang jadi andalan Israel? Hayooo yang manaa?

Ngomongin musuh jadi horor juga ya? Intermezzo dulu deh, kamu pernah dengar cerita anak-anak tentang 3 angin vs 1 monyet? Kalo yang belum pernah dengar, sini sini aku ceritain..

Alkisah, ada 3 angin yang berlomba menjatuhkan seekor monyet dari atas pohon. Yang pertama tampil unjuk kebolehan adalah si topan. Dia ngambil ancang-ancang, dengan segenap tenaga ia hembuskan seluruh kekuatannya untuk meng-KO-kan si monyet yang anteng di atas pohon itu. Namun, apa yang terjadi? Si monyet tetap di atas pohon. Dia meliuk-liuk mengikuti hembusan topan tapi tangannya semakin erat memeluk pohon. Alhasil, si topan menyerah dan sang monyet selamat.

Berikutnya si badai tampil. Dengan penuh optimis dia melakukan usaha seperti yang dilakukan topan. Ambil ancang-ancang kemudian menghembuskan seluruh kekuatannya dengan segenap tenaga yang dia punya. Tapi rupanya, sang monyet tetap mencengkeram pohon. Dia tetap diposisi semula. Tak jatuh.

Setelah kedua angin menyerah untuk menjatuhkan sang monyet, giliran angin selanjutnya yang akan mencoba mengadu nasib. Dengan tenangnya, angin sepoi-sepoi mulai beraksi. Ia meniupkan kelemah-lembutannya berulang-ulang. Sekali, dua kali, tiga kali, dan keempat kalinya berhembus..”Braaakkk!!” ternyata sang monyet jatuh dari pohon itu, karena belaian si sepoi-sepoi telah melelapkan dia ke alam mimpi. Yes! Sang monyet jatuh karena tiduuurr! Haha, kasian ya? Pasti dia kaget setengah mati. Lagi enak-enaknya mulai terlelap eehh malah jatuh. Jatuh dari pohon pula…ckckckck…

Tadi aku ngajak ngomongin musuh, kok sekarang jadi nyasar sampe monyet? Adoi, gimana dong? Kawan, dari cerita itu terjawab sudah pertanyaan, ‘musuh terkuat itu yang seperti apa sih?’ Jawabannya… yang seperti angin sepoi-sepoi.. Salaahh! Ah kamu, mahasiswa masa iya ngasih jawaban seperti anak umur 6 tahun. Malu dong! Jawabannya, musuh yang terkuat adalah bukan dia yang punya senjata dahsyat dan spektakuler, bukan juga yang punya tentara banyak dan kuat, bukan pula yang sadis dalam menghadapi lawan. Karena pada kenyataannya musuh terkuat adalah dia yang sering kali tak terlihat seperti musuh. Dan dia memang tidak menampakkan diri sebagai musuh, sehingga kita mudah lalai dan terlena. Jadi, musuh terkuatmu yaaa..hawa nafsu sendiri!

Jadi, jangan sampai kita menaruh kasihan berlebih pada saudara muslim kita di Palestina sana hanya karena melihat keadaan mereka yang diserang Israel bertubi-tubi. Kenapa? Karena sepatutnya kita iri dengan mereka, kondisi ruhiyah mereka sungguh luar biasa. Mereka tak takut lagi akan kematian, justru dengan senang hati dan lantangnya mereka berkata, “Apalagi yang ditakutkan dari kematian sementara itulah gerbang untuk berjumpa dengan Allah?” Merekalah contoh nyata, jiwa-jiwa pemenang sejati. Melepaskan diri dari hal yang bersifat duniawi, hingga tak takut lagi akan mati. Sedangkan kita??? Kitalah yang harus dikasihani. Membedakan mana lawan dan mana kawan saja masih sering keliru. Memisahkan mana yang halal mana yang haram saja masih ragu. Apalagi jika ditanya tentang kematian. Astaghfirullah…

So, kalau tahu bahwa itu musuh, kita harus sekuat tenaga menaklukkannya. Kalau kita tahu bahwa hawa nafsu itu musuh terkuat, maka kita harus bisa membuatnya bertekuk lutut. Untuk mengalahkannya, harus kita kenali dulu karakteristik musuh kita ini, yaitu nafsu:

  1. Nafsu tidak mungkin terpuaskan.

Mau sampai koprol sekalipun waktu nurutin nafsu, dia tidak akan pernah merasa cukup. Cukup saja tidak pernah, apalagi puas? Seperti kalau kita haus lalu minum air laut, yang ada malah kita semakin haus. Contohnya gampangnya: shopping. Sudah beli tas satu, pengen beli lagi warna yang lain. Sudah punya baju numpuk, begitu ada model baru pengen beli. Sudah punya hp canggih, begitu ada seri baru pengen beli lagi. Begitu terus nggak berhenti..

Jadi, kalau sudah tau nafsu nggak akan pernah merasa ‘cukup’, yaa sudah..bantai saja sekalian, nggak usah diturutin sama sekali! Contoh nyata nih, pas kita puasa kalau siang-siang kita haus, kan kita akan menahan buat nggak minum tuh. Alhasil, waktu buka puasa, air putih saja terasa nikmat bangeetts. Tapi coba bandingkan dengan waktu kita nggak puasa, haus dikit langsung minum dan lama-lama bosen minum air putih mulu. Trus, akan cari minuman lain yang lebih wah, kan? Jadi, kalau kita mau, kita pasti bisa membantai si nafsu ini kok! Pokoknya kudu yakin, bismillah pasti bisa!

Ada juga nasehat indah dari Ibnu Qoyyim, ingat nih baik-baik, “Sesungguhnya melawan hawa nafsu bagi seorang hamba akan melahirkan satu kekuatan di badan, hati, dan lisannya.”

  1. Nafsu cenderung menjauhkan dari kebenaran.

Di sekitar kita pasti banyak contoh orang-orang yang terhormat jadi hina hanya karena terpedaya oleh nafsu sendiri. Misal, nafsu lihat uang, nafsu gila jabatan, nafsu nggak mau kalah dengan harta kawan, nafsu amarah, dan nafsu-nafsu lainnya yang cenderung membuat kita nggak bisa berfikir jernih dan bermata gelap.

Karena setiap kita adalah khalifah, yang diciptakan untuk memakmurkan bumi, alangkah baiknya jika pemakmuran itu dihias dengan kebenaran dan kebaikan semata. Karena sudah jelas bahwa nafsu hanya akan menjauhkan kita dari kebenaran, maka sudah saatnya kita harus memegang tali kendalinya.

Semoga kita tidak pernah sengaja menyerah pada musuh terkuat kita itu. Karena meski nafsu bergelar musuh terkuat, tapi tetap saja hati adalah rajanya. Dan pastinya raja harus jauh lebih kuat. Jangan sampai kita seperti monyet yang jatuh dari pohon karena hembusan angin sepoi-sepoi, padahal sebelumnya ia pernah sukses melawan terpaan topan dan badai yang jauh lebih dahsyat.

======================================================================================================

Ada Apa Dengan Peduli?

Jika kita mau menilik sejenak, akhir-akhir ini permasalahan yang muncul di sekeliling kita kebanyakan adalah masalah yang sebenarnya lahir dari sebuah sikap yang sama, yaitu ke-tidak pedulian. Para pejabat senang berkorupsi karena tidak pedulinya mereka terhadap rakyat kecil. Banyak wanita dengan tenangnya membuang bayi yang baru dia lahirkan karena tidak pedulinya ia terhadap nasib sang bayi suci. Kejahatan merajalela dimana-mana pun karena tidak pedulinya para pelaku kejahatan terhadap keamanan lingkungan. Dan masih banyak banyak lagi tindakan-tindakan serupa yang muncul akibat kurangnya rasa peduli, baik peduli terhadap diri sendiri, lingkungan, masyarakat, bahkan pada Sang Pencipta.

Peduli adalah sebuah akhlaq mahmudah, akhlaq yang pantas dimiliki oleh muslimah. Sebagai seorang muslimah, hendaknya kita harus memupuk rasa peduli itu sedini mungkin. Jika kita menilai diri ini masih jauh dari rasa peduli, masih ada kesempatan untuk menanamkan rasa itu dari sekarang. Karena, perubahan hanya akan ada ketika kita sendiri yang memulainya. Dan kapan lagi akan memulai kalau bukan dari sekarang juga.

Sebagai mahasiswa, peduli adalah sifat yang harus dimiliki. Mahasiswa adalah kunci pergerakan dari sebuah bangsa. Pergerakan itu tidak akan menuju kepada perbaikan jika mahasiswa dari bangsa itu minim rasa peduli. Lantas karena kita saat ini berada di luar negri, akankah ada pernyataan, “Buat apa saya peduli, toh di sini juga nggak bisa buat apa-apa” ? Jika kita berfikir seperti itu, berarti kita harus mengoreksi diri untuk memupuk rasa peduli. Padahal, kita sekarang di luar negri ini bertujuan untuk nantinya agar bisa membenahi Indonesia.

Setiap muslimah adalah calon dari ibu yang akan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa. Baik buruknya generasi suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas kaum wanita yang ada. Ibu adalah “madrasatul ula”, sekolah pertama untuk anak-anaknya, tempat bertanya dari pertanyaan-pertanyaan yang  sekiranya menyisakan tanda tanya di kepala sang anak, tempat sharing atas semua masalah yang melanda. Alangkah baiknya kalau kita adalah calon ibu yang mempunyai rasa peduli yang tinggi. Dengan adanya kepedulian pada diri setiap muslimah, maka permasalahan-permasalahan yang pelik akan terkurangi bahkan masalah besar pun mampu teratasi.

Oleh: Qonitina Bilqisti, Mahasiswi Hacettepe University Ankara

Leave a comment