Anne Muhsin Zain

Cooking with Love

Cooking With Love

By Anne Muhsin Zain (mba Nur )

 

 

 

 

 

Asma binti Yazid al Anshari r.a. adalah seorang sahabiyah Nabi s.a.w. Pada suatu hari dia datang

 

 

menghadap Rasulullah s.a.w. dan berkata “Wahai Rasulullah, saya datang ke sini sebagai utusan dari kaum wanita. engkau adalah seorang utusan Allah kepada kaum lelaki juga kaum wanita. Oleh kerana itu kami beriman kepada Allah juga kepada engkau. Kami kaum wanita sentiasa tinggal di rumah saya, tertutup oleh hijab dan kami selalu sibuk memenuhi segala keperluan dan keinginan suami, kami juga selalu menggendong dan mengasuh anak-anak mereka. Sedangkan kaum lelaki selalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan pahala bagi mereka. Mereka dapat melaksanakan solat 5 waktu secara berjamaah di masjid dan juga solat Jumaat. Begitu juga mereka dapat melihat orang sakit, ikut dalam upacara jenazah dan menghantarkannya serta dapat melaksanakan ibadah haji dan yang paling utama dari semua ini adalah mereka dapat berjihad fi sabilillah. Jika mereka pergi untuk melaksanakan ibadah haji, umrah ataupun jihad, maka kamilah yang menjaga harta mereka, kemudian memelihara anak-anak mereka, maka apakah kami tidak mendapat pahala yang sama dengan mereka?”

Rasulullah s.a.w. mendengar pengaduan ini dengan penuh perhatian, setelah itu beliau berpaling kepada para sahabat, kemudian bersabda, “Wahai sahabat-sahabatku, pernahkah kalian mendengar suatu pertanyaan yang lebih baik dari pertanyaan wanita ini?” Para sahabat r.a. menjawab “Wahai Rasulullah, kami tidak akan menyangka seorang wanita dapat bertanya semacam itu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berpaling kepada Asma r.a. dan bersabda, “Dengarkanlah kata-kataku dengan baik, lalu sampaikan kepada wanita-wanita muslimah yang mengutusmu ke sini, bahwa jika para wanita selalu berbuat baik kepada suaminya dan selalu mentaatinya, melayaninya dengan baik, dan sentiasa berusaha membuat suaminya gembira, maka semua itu merupakan suatu hal yang sangat berharga. Maka jika kalian dapat melakukan semua ini, maka kalian akan mendapatkan pahala yang sama dengan kaum lelaki.”
Mendengar penjelasan ini, Asma r.a. begitu gembira dan kemudian dia segera kembali menjumpai para wanita yang menyuruhnya menghadap Rasulullah

Cinta…. Apa cih…?

Al imran, 31

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ اْلإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua: tidak mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka.

sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat.

(y)

Tingkatan Cinta

Dilihat dari segi orangnya, menurut Abu Nashr ath-Thusi, cinta kepada Tuhan terbagi menjadi tiga macam cinta.

Pertama, cinta orang-orang awam. Cina seperti ini muncul karena kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini adalah ketulusan dan keteringatan (zikir) yang terus-menerus. Karena jika orang mencintai sesuatu, maka ia pun akan sering mengingat dan menyebutnya.

Kedua, cinta orang-orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta mereka ini timbul karena penglihatan mata hati mereka terhadap kekayaan, keagungan, kebesaran, pengetahuan dan kekuasaan Tuhan. Ciri-ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir” dan “tersingkapnya rahasia” Tuhan. Selain itu, ciri lain adalah lenyapnya kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan dan keinginan duniawi).

Ketiga, cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini timbul dari penglihatan dan pengenalan mereka terhadap ke-qadim-an Cinta Tuhan tanpa sebab (illat) apapun. Menurut Zunnun al-Mishri, sifat cinta ini adalah terputusnya cinta dari hati dan tubuh sehingga cinta tidak lagi bersemayam di dalamnya, namun yang bersemayam hanyalah segala sesuatu dengan dan untuk Allah. Sedangkan menurut Abu Ya’qub as-Susi, cirinya alah berpaling dari cinta menuju kepada Yang Dicintai. Sementara al-Junaid menambahkan bahwa ciri cinta macam ini adalah meleburnya sifat-sifat Yang Dicintai kepada yang mencintai sebagai pengganti sifat-sifatnya.

Nah, kl kamu ngerasa cinta sama Allah, pasti ada pembuktian cinta itu kaan..

Terdapat tujuh golongan yang bakal mendapat naungan di hari akhirat kelak ;1) Pemerintah yang adil. 2) Pemuda yang hidupnya sentiasa mengerjakan ibadat kepada Tuhannya. 3) Orang yang hatinya sentiasa terikat dengan masjid.4) Dua orang yang berkasih sayang kerana Allah di mana kedua-duanya berkumpul dan berpisah untuk mendapat keredaan Allah. 5) Orang yang dipujuk oleh perempuan yang kaya lagi rupawan untuk berzina lalu dia menolak dengan berkata: “Aku takut kepada Allah!” 6) Orang yang bersedekah secara bersembunyi. 7) Orang yang menyebut atau mengingati Allah dengan keadaan tidak ada dalam ingatannya perkara lain, lalu menitis air matanya

Naah, cinta istri ke suami, atau ibu ke anak ini, termasuk ke golongan yang ke empat, inshaAllah…karena HALAL. kepada mahram. Swami kerja adalah mujahid, sedangkan istri kerja di rumah dapet pahala jihad.

Masak bagian dari pekerjaan di rumah..;)

Faktor utama dan paling penting adalah semua bahan masakan harus halal dan thayyib, sesuai dengan al Quran Allah berfirman:

Al-Baqarah (2): 168Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah [2]:168)

Beberapa ayat lain tentang Halal dan Thayyib antara lain Al-Maidah (5):3-4, Al-Maidah (5): 187-188, Al-Maidah (5):90-91, Al-A’raf (7):157. Dalam Al-quran terdapat banyak ayat yang menekankan pentingnya manusia hidup secara harmoni dengan alam semesta .

Sebelum memasak : 1.Sebaiknya sudah shalat, mendahulukan yang prioritas..misalnya anak sudah kenyang dan bersih setelah bangun tidur.
2. Berwudhu, krn setan terbuat dari api, dan kita akan berhadapan dgn api.
3.Menentukan masakan sesuai waktu.
4.Melihat persediaan makana yg dibelikan swami.
5.Memilih bahan makanan yg expirenya dekat.
6.Menentukan jenis masakan, mempersiapkan bahan sebelum hari memasak.
7. Menyesuaikan dengan kebutuhan anggota keluarga.
8. Merapikan diri, misalnya dgn menutup rambut, memotong kuku tangan, menyiapkan baju, menyiapkan ilmu (misalnya resep masakan, cara memasak daging yang benar agar tidak najis, alat yang dibutuhkan, meneliti makanan halal dan thayyiban.)

Saat Masak.
1. Memulai dengan taawuz dan bismillah. Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”. Ibn Hibban.
2.Tidak tergesa2. Sahal ibn Sa’ad, Rasulullah berkata, “Tergesa2 adalah termasuk perbuatan setan”. Riwayat Tirmidzi.
3. Menjaga kebersihan dan diusahakan selalu berzikir, atau bershalawat, atau tetap mengingat hapalan alqurannya.
4. Melaksanakan ilmu yang sudah disiapkan dengan teratur.

Penyajian masakan.
1.Bersih.
2.Menarik.
3.Sesuai porsi. Hindari Israf.

Selesai Masak
1.Syukur Alhamdulillah lalu,
2.Berterimakasih kepada swami
3.Membereskan dapur
4.Menyimpan bahan2 dgn rapi, tidak israf.
5. Menutup semua sisa makanan jika ada. RASULULLAH s.a.w. pernah bersabda, “Tutuplah bekas makanan dan minuman kamu pada malam hari. Setiap tahun ada satu malam yang padanya diturunkan penyakit. Tidak akan lewat (melintasi) penyakit itu ke atas bekas makanan atau minuman yang tidak ditutup kecuali ia (penyakit) masuk ke dalamnya.” [HR Muslim]

Dengan mencermati hadith di atas, dapat dipahami bahwa menutup makanan dan minuman, dan disertai dengan bacaan Basmalah, dapat menjauhi dua penyebab utama bagi segala penyakit:
1. Perbuatan dan kejahatan syaitan.
2. Wabah penyakit yang turun dan menyebar melalui udara.

Imam An Nawawi berkata: “Para ulama’ menyebutkan beberapa faedah dari perintah menutup makanan dan minuman, di antaranya yang ditegaskan pada hadith-hadith ini, yaitu:
1. Menjaganya (makanan dan minuman) dari syaitan, kerana syaitan tidak dapat menyingkap penutup makanan dan minuman sekali pun hanya dengan sebatang lidi.
2. Menjaganya dari wabah yang turun pada satu malam di setiap tahun.
3. Menjaganya makanan dan minuman dari terkena najis dan kotoran.
4. Menjaganya dari berbagai serangga dan binatang melata, kerana bisa saja serangga jatuh ke dalam bejana atau geribah, lalu ia meminumnya, sedangkan ia tidak menyedari kehadiran serangga tersebut, atau ia meminumnya pada malam hari, (sehingga ia tidak melihatnya) akibatnya ia terganggu dengan binatang tersebut.

Imam An Nawawi juga menjelaskan bahawa syari’at menutup makanan dan minuman bukan hanya berlaku pada malam hari, akan tetapi juga berlaku pada siang hari, berdasarkan keumuman teks hadith di atas.

Dalam hadith lainnya, Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

“Bila hari telah senja laranglah anak-anak keluar rumah, kerana ketika itu syaitan berkeliaran. Dan bila sudah masuk sebahagian waktu malam maka biarkanlah mereka. Tutuplah pintu dan sebut nama Allah, kerana syaitan tidak dapat membuka pintu yang tertutup (dengan menyebut nama Allah). Tutup semua kendi kalian dengan menyebut nama Allah dan tutuplah bejana kalian dengan menyebut nama Allah, sekalipun dengan membentangkan sesuatu di atasnya, dan padamkan lentera kalian (ketika hendak tidur).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Leave a comment