Muhammad Al-Fatih

ke-Gua-Ashabul-Kahfi-300x200

Ingatkah kita akan Kisah Pemuda Kahfi?

“Beri aku sepuluh pemuda,” kata Bung Karno dalam pidatonya yang menggebu-gebu hari itu, “maka akan aku rubah dunia.”Lanjutnya.Kalimat yang diungkapkan oleh presiden pertama RI ini terlihat begitu membekas di hati para pemuda di zaman perjuangan saat itu.Bahkan mantra sakti ini masih terus dibacakan secara berulang-ulang di sekolah-sekolah umum hingga saat ini. Ucapan sang singa podium ini ternyata mampu menggetarkan tiang zaman, bahkan tak terkikis oleh rentang waktu yang menganga.Hanya ucapan singkat, tentang pemuda. Ya, pemuda yang menjadi bakal tunas bangsa kedepan. Generasi yang akan memangku tangkup pemerintahan, yang di bahu mereka terpanggul harapan agarmampu untuk memperbaiki kondisi negeri ini.

Mari kita kembali melawan arus perputaran masa.Menyusuri lembaran-lembaran buku sejarah, berarti kita tengah menggunakan mesin waktu dan kembali ke masa lalu. Meruntut sisa-sisa perjalanan panjang para pejuang terdahulu.Pasti sudah tak asing lagi dalam ingatan teman-teman, tentang Al-Fatih yang menaklukan Konstantinopel di usia ke 21 tahun. Juga peran Shalahuddin Al-Ayyubi dengan penaklukan Darussalam (Jerussalem) yang ia lakukan.Atau peran Thariq ibn Ziyad dengan menekuk lutut pasukan salib di Andalusia (Spanyol sekarang).Ataupun peran seorang Ja’far ibn Abu Thalib yang mampu menyelamatkan kaum muslimin di negeri Habasyah atas kepiawaiannya berbicara ketika merekadalam kejaran kaum Quraisy. Atau juga peran besar bercahaya seorang Mush’ab ibn Umair sang duta muslim pertama, yang mampu membuka jalan bagi kaum muslimin untuk bisa hijrah ke Madinah, dan karena perjuangannya inilah Madinah akhirnya menjadi sentral bagi penyebaran Islam di masa-masa Rasulullah. Bahkan hingga kekhalifahan 4 sahabat terkemuka.Ini semua dilakukan oleh punggawa-punggawa muda di zaman itu, bukan dibuka oleh orang-orang tua.

Pemuda.Tentu kalimat ini identic dengan sesosok manusia yang masih tegap, dengan semangat yang menggebu juga visi jelas kedepan.Bahkan saking diperhitungkannya peran pemuda, hingga muncul ‘golongan muda’ di zaman pra-kemerdekaan RI. Pemuda, bukan suatu hal yang akan zaman lupakan, kapanpun itu. Entah masa lalu, kini, maupun masa depan. Kehadirannya tetap ditunggu-tunggu.Pemuda-pemuda penuh aksi, penuh kreasi, penuh visi juga semangat tinggi.Namun tak bisa dipungkiri, peran pemuda harus selalu dilengkapi oleh campur tangan orang-orang tua dalam menapaki jejaknya.Tentu jika kita tarik ulur menyusuri rentang masa yang terbentang ke masa lalu, peran-peran orang tua yang luar biasalah yang mampu membuat seorang pemuda menjadi luar biasa. Semisal peran syaikh Aaq Syamsuddin bagi diri seorang Muhammad Al-Fatih sebelum ia mampu menaklukan konstantinopel. Dan tentu dibalik peran-peran besar seorang pemuda, ada peran generasi tua yang begitu kental berpengaruh dalam dirinya.Seorang Mush’ab ibn Umair ataupun Ja’far ibn Abu Thalib pun dalam peranannya mencerahkan agama ini, mereka tak lepas dari ikatan besar.Sunnatullah.Dibalik peranan mereka, ada Rasulullah, seorang insan mulia yang membimbing mereka secara langsung.Karena pemuda adalah kreasi.Karena buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Maka tak salah apa yang diucapkan oleh Bung Karno dalam pidatonya itu.Namun pemuda seperti apakah yang ditunggu?

Mari sekali lagi kita berjalan melawan arus waktu, memutar kembali memori alam tentang masa-masa keemasan para pemuda. Kembali ke zaman dimana Jakarta masih menjadi sebuah monumen asri, dengan berbagai pepohonan yang menghiasi seluruh sudut kota.Beberapa jam yang lalu Hiroshima dan Nagasaki telah hancur lebur dibabat sekutu dengan 2 bom atom berdaya ledak tinggi. Golongan Muda lantas berkumpul, merencanakan pengasingan Ir.Sukarno dan M. Hatta ke wilayah Rengasdengklok demi menyelamatkan mereka dari hasutan-hasutan penjajah dan mendesak proklamasi agar dipercepat.Dengan penuh semangat menggebu, mereka lakukan rencana itu dengan rapi, hingga tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi dibacakan.Andaikata para pemuda tak mendesak golongan tua untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan RI, apa yang akan terjadi? Mungkin tak akan ada kemerdekaan saat itu.Itulah pemuda, penuh kreasi dan semangat tinggi.

Juga mari kita kembali ke masa-masa invasi Israel ke Palestina. Saat itu tumbuh seorang pemuda gagah dengan semangat yang begitu membara.Ia selalu menjadi yang terkuat dalam persaingan dengan teman-teman sebayanya, baik dalam adu fisik maupun dalam hal agama. Seorang pemuda shalih nan kuat, layaknya Umar ibn Al-Khattab. Suatu ketika, pemuda itu mengajak teman-temannya bersaing di salah satu pantai di wilayah gaza. Headstand, begitulah istilah yang kita kenal saat ini. Mereka bersaing, siapa yang paling lama mampu berdiri dengan kepalanya, maka dia yang menang.10 menit berlalu, satu-persatu dari mereka berjatuhan.Hingga tersisalah pemuda itu.Hanya pemuda itu seorang. Dia tersenyum, dan tetap berdiri diatas kepala, enggan menurunkan kakinya meski teman-temannya telah berjatuhan.Waktu terus bergulir, berjam-jam berlalu. Teman-temannya telah membujuknya untuk berhenti, khawatir.Namun pemuda itu tetap enggan. Tiba-tiba ada sesuatu yang terasa meledak di kepala pemuda itu, dan ia mencapai batasnya, jatuh. Pemuda itu terduduk, menang.Tapi ternyata kakinya tak bisa digerakan lagi.Pemuda itu lumpuh.Namun apa yang terjadi selanjutnya? Kelumpuhannya tak menghentikan semangatnya, tak menghentikan mimpinya, visinya yang telah jelas.Semangat mengembalikan tanah palestina untuk merdeka.

Masa terus bergulir, dan pemuda ini tumbuh, menjadi seorang pengajar di salah satu sekolah di palestina.Ketika itu puncak musim panas tengah menaungi wilayah Gaza.Ia dengan begitu bersemangat berbicara lantang di hadapan murid-muridnya. Ia menjadi sosok yang sangat didengar, dan dipatuhi, juga disegani. Suatu ketika, ia berbicara pada murid-muridnya tentang puasa sunnah. Semangatnya sampai dengan baik kedalam hati anak didiknya.Mereka pulang dengan penuh api semangat yang berkobar. Keesokan harinya, orang-orang tua datang ke sekolah tempat pemuda ini mengajar.Protes. Karena seluruh anak-anak mereka, anak-anak yang belajar dengan pemuda ini langsung bersemangat untuk berpuasa sunnah. Mereka menolak semua bekal yang telah dipersiapkan orang tua mereka. Padahal saat itu matahari tengah terik menyengat, suhu diatas 35 derajat, tapi dengan semangat anak-anak kecil itu melakukan puasa sunnah, mengikuti ucapan gurunya. Hebat bukan? Beginilah peran seorang pemuda!

Hari itu, invasi Israel atas tanah palestina tengah berlangsung.Israel mulai mencaplok berbagai wilayah di sekitarnya.Mempersempit wilayah palestina.Pemuda itu dengan kursi rodanya berbicara lantang di tengah-tengah rakyat palestina.Dan karena semangatnya yang menggebu, imannya yang kuat terpancar pada Rabb semesta alam, juga visinya yang jelas mampu menyentuh seluruh hati rakyat palestina saat itu. Lalu terbitlah sebuah perlawanan besar yang tidak akan pernah sekalipun akan sejarah lupakan.

Perlawanan besar-besaran rakyat palestina, INTIFADHAH AL-AQSHA PERTAMA.Dan karena hal itu, sosok ini, sang pemuda dengan kursi roda, menjadi tokoh yang paling ditakuti oleh Israel. Berbagai konspirasi telah Israel lakukan untuk membunuh laki-laki yang lumpuh dan berkursi roda ini, hingga tibalah saat itu.Saat dimana sebuah roket menghantam kediamannya. Lelaki berkursi roda itu syahid di hari yang berkah. Syahid bersama orang-orang terdekatnya.Dan kini nama lelaki itu menggaung merdu di telinga kita, Syaikh Ahmad Yasin, begitulah namanya kita kenal.Yang darinya munculah pergerakan Hamas yang terus berkibar dan berkobar hingga saat ini.Juga muncul darinya pergerakan militer yang sangat kuat, para pemburu syahid, Izzuddin Al-Qassam. Sayap Militer Hamas. Dan darinya pula muncul sosok-sosok hebat seperti Yahya Ayyash, seorang ahli kimia dan nuklir, sang Singa sekaligus Putra Palestina (yang juga seorang Pemuda), yang berkreasi hingga mampu meluluh lantahkan Israel saat itu. Bahkan karyanya itu masih digunakan Izzuddin Al-Qassam hingga kini.Beginilah seorang pemuda dalam bentangan zaman, yang dirindukan kemunculannya dari setiap generasi.Pemuda yang dalam dirinya mengakar kuat keimanan, semangat dan pengetahuan.Tak condong pada salah satunya.Layaknya sebuah perkataan yang tak lekang oleh zaman pula, bahwa “Iman tanpa ilmu akan pincang, dan ilmu tanpa iman adalah buta.”

Aku teringat perjalananku kemarin, ke sebuah desa terpencil di sebelah utara turki, berbatasan dengan wilayah Bulgaria. Hayrabolu, begitulah nama desa itu. Selain untuk silaturrahim, aku mengazzamkan diriku untuk melihat suasana Ramadhan di wilayah itu.Aku tiba di wilayah Hayrabolu sekitar pukul 1 malam.Disana berkumpul satu keluarga Indonesia, satu keluarga Turki, dan 5 orang mahasiswa Indonesia termasuk aku.Aku termasuk orang yang terlambat datang dalam kegiatan ini, dan karena hal itu pula acara iftar jadi terlambat.

Kami melangsungkan iftar sekaligus sahur sekitar pukul satu dini hari.Saat itu aku belum shalat maghrib maupun isya’, karena perjalanan yang tak memberiku waktu istirahat sedikitpun.Dan dengan terpaksa, aku jamak qashar kedua shalat ini menjadi satu.Saat itu, mungkin karena menunggui aku yang terlambat datang, shalat tarawih pun belum dilaksanakan.Ketika itu secara bergiliran, kami (laki-laki) bergantian mengambil wudhu.Kulihat empat orang anak kecil berlarian, berteriak jenaka meramaikan seisi rumah. Jam setengah dua malam, dan anak-anak ini masih asyik dengan permainan mereka?

Karena penasaran, aku cegat salah satu dari mereka. “dek, kenapa belum tidur? Udah shalat?” begitulah kira-kira yang keluar dari lisanku saat itu.Anak kecil itu merengut seperti takut didekati orang yang baru dikenalnya. “biar gak ngantuk kak. Udah shalat kok.” Jawab anak kecil itu, laluia kembali mengejar adik-adiknya.Aku hanya menggeleng perlahan.

Beberapa menit berlalu, seorang lelaki berdiri dihadapanku untuk memimpin shalat tarawih.Aku tau lelaki ini adalah ayah dari anak-anak yang masih berlari girang di sekitaran kami.Mereka berteriak, berceloteh riang. Lelaki itu berbalik kearah jama’ah lalu bertanya, “gak keganggu kan? Tenang aja, sebentar lagi juga berhenti sendiri.” Lelaki itu langsung membalikan badan, memimpin kami shalat.Dan ajaib, subhanallah.Anak-anak kecil itu langsung berbaris rapi di jajaran shaff kami. Aku dekatkan diriku ke arah anak laki-laki yang tadi kutanyai ketika ia tengah asyik bermain. “dek, masih punya wudhu? Lho kok, katanya tadi udah shalat?”.Anak kecil itu hanya mengerling ke arahku, mulut kecilnya bergerak perlahan, “Masih punya kak.Tadi udah shalat isya, terus kami lari-lari nungguin kakak dateng buat shalat tarawih jama’ah.”Kata-katanya menghujam dadaku.Aku langsung berdiri tegap bersiap takbiratul ihram, dengan tombak yang masih tertancap kuat.Kulihat anak itu sudah larut dalam shalatnya.Begitu pula dengan adik-adiknya. Kuperkirakan usia mereka masih berkisar 7, 6, atau 5 tahun. Aku hanya beristighfar semampuku, lalu larut dalam kenikmatan shalat, juga menikmati teguran Allah yang kurasakan di malam ke-19 Ramadhan ini.

Begitulah seorang pemuda berlaku.Mereka dididik dengan didikan yang baik sejak kecil, hingga ketika mereka menginjak masa remaja, mereka sudah mampu dan memiliki mental baja untuk melakukan gebrakan-gebrakan besar. Dengan kolaborasi iman dan ilmu yang tinggi, maka bukan mustahil orang-orang sekaliber buya hamka akan muncul lagi di masa mendatang.Namun tidak ada sekalipun kata terlambat dalam rasi bintang kehidupan. Karena manusia diberikan umur agar ia mampu memanfaatkannya dengan baik, serta menebar kebaikan ke seluruh penjuru semesta. Dan inilah panggilanku pada kalian, wahai para pemuda penerus generasi bangsa. Di tanganmu bangsamu berada.Maka teruslah berkarya, menebar kebaikan di seantero semesta.Karena dengan 10 orang pemuda yang baik, dengan iman dan amal yang baik, juga dengan kualitas diri yang baik, bukan hal yang mustahil untuk merubah dunia.Karena ini bukanlah negeri dongeng, bukan pula negeri para pemuja angan-angan yang pasaknya lebih besar daripada tiang.Kita hanya perlu bekerja dan berkarya lebih giat, lebih keras lagi dibanding orang-orang disekitar kita.Going to the extra miles.Begitulah orang-orang barat menggunakan istilah ini.

Sunnatullah ini sudah berputar sejak zaman Adam, dan akan terus berputar hingga zaman Al-Mahdi berakhir nanti. Siapa yang bekerja lebih keras, maka akan menuai hasil yang baik. Hingga bermunculan pesan-pesan indah, layaknya Man Jadda Wajada (siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil) ataupun Man tholabal ula saharul layaali (siapa yang ingin mendapatkan kemuliaan, ia harus bekerja hingga larut malam). Maka teruslah bekerja, teruslah berkarya, karena kita pemuda harapan agama, juga bangsa.

 Semoga bermanfaat.

Salam, tim penakluk sejarah.

Ankara, 31 Juli 2013
Muhammad Al-Fatih

Leave a comment